Di tepian deburan jantung, berasa memijak bara,
dingin mengelus meregangkan butiran saujana,
gemuruh dada, kenyang luka,
pada sepi hati tak terbunuh,
pada hening sukma tak tertikam,
pada lugasnya kalimat cinta perawan, jejaka tak tergeming
Elegi senja hari, meremas dedaunan sirih bergulung,
Membenangi sumping telinga gadis bercadar simpul
Tunduknya malu-malu, mengantar lirik di sudut senyum
Bukan kata “ya “, ataulah kalimat bernada bijaksana
Meneduh sepanjang raga bersauh
Meretas Guntur perjumpaan bumi dan nirwana
Dayungku tlah kau patahkan, dengan cinta yang meluluhkan haluan
Serpih kain penutup lutut pun, tlah kau lipat dalam keranda
Langkah tlah menjemput, impian tlah berpaut
Jasad dalam peluk, sukma dalam pagut
“Tak puaskah kau miliki aku dengan segalaku ?”
“Hingga perlu kau penjarakan aku pada pandangmu ?”
Bukan pada sia-sia, aku berlutut
Bukan pada tanpa lenganmu, aku bergelayut
Bukan pada tanpa hasratmu, aku terhanyut
Kau.
Benar-benar itu Engkau
(Udara yang kuhirup pun, kini menyeruku. “hai Perempuan ! tersenyumlah !, bawa kerudungmu dan lipat kedua tangan di dadamu, katakanlah, kau hanya mencintai Tuhanmu !” )
Pringsurat,,9 September 2009
Henny Arhiend Prayoga
Senin, 22 Maret 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar